Review UU PDP

 REVIEW UU PDP(Perlindungan Data Pribadi)



    Undang – undang PDP (perlindungan data pribadi) yang barusaja di sahkan dan diresmikan oleh DPRRI menjadi sebuah harapan bagi masyarakat tentang perlindungan data, yang mana akhir – akhir ini sering terjadi pencurian dan praktik jual beli data penduduk di internet.

    Menurut pendapat saya dengan undang – undang ini seharusnya menjadi tanggung jawab bagi pemerintah untuk menjaga dan mengelola data yang diberikan oleh masyarakat kepada pemerintah sehingga tidak ada lagi perihal kebocoran data maupun kasus jual beli data pribadi.

    Namun dalam undang – undang yang sudah disahkan terdapat beberapa kekurangan, seperti dalam ketentuan pidana yang mana hanya menyebutkan perseorangan tidak menyebutkan instansi maupun organisasi, kita tahu jika kebocoran data tidak hanya karena pencurian maupun peretasan, bisajuga karena system keamanan maupun kelalaian sebuah instansi atau organisasi yang megelola data, hal itu juga harus menjadi perhatian dalam undang – undang ini agar ketentuan pidana tidak hanya menyasar kepada perseorangan, hal ini menyriatkan bahwa kebocoran data terjadi karena satu orang, padahal bisa saja karena lemahnya system maupun keteledoran dari si pemegang data maupun si pengelola data ynag sudah dipercayakan oleh masyarakat kepada si penelola data. Hal tersebut seharusya juga bisa menjadi rujukan dalam pembuatan undang – undang ini.

    Selain dengan dibuatnya undang – undang ini pemerintah seharusnya memeiliki standart yang menjadi acuan dalam pengelolaan dan pengamanan data yang diberikan oleh rakyat kepada negara.


Ringkasan dan pendapat dari anggota kelompok:

(191080200170) - Menurut pendapat saya terhadap RUU Pelindungan Data Pribadi terkait Pasal 28 G ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “ Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang dibawah kekuasaanya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. 

(191080200205)Dalam pasal tersebut banyak sekali kelonggaran dan ketidakjelasan terhadap penjelasan ketentuan perundang-undangan seperti apa yang tidak memungkinkan dilakukan penundaan dan pembatasan pemrosesan Data Pribadi, karena menurut saya setiap individu berhak mengetahui secara transparan peraturan perundang-undangan ini sehingga jika di kemudian hari terjadi pelanggaran terhadap data pribadi tersebut, masing-masing individu akan mengetahui di mana data pribadi tersebut salah digunakan juga mempersempit kemungkinan pemerintah sendiri yang melakukan pelanggaran terhadap data pribadi tersebut. 

(191080200204)Perbedaan mendasar di antara keduanya (pengendali dan pemroses) ditandai dari hak kuasa untuk pengambilan keputusan terkait pemrosesan dan pengolahan data pribadi subjek data. Pihak yang menentukan tujuan dan cara pemrosesan data pribadi merupakan pengendali data, sedangkan pihak yang melakukan pemrosesan atas nama pengendali data merupakan pemroses data, kritikan ditujukan soal pengendalian data gabungan atau data Bersama, yaitu beberapa pihak pengendali data secara Bersama-sama menentukan tujuan pemrosesan data pribadi. 

(191080200210) - revolusi digital seringkali dianggap identik dengan revolusi data. Perkembangan tersebut telah mendorong pengumpulan berbagai data, tidak lagi tergantung pada pertimbangan data apa yang mungkin berguna di masa depan. Akan tetapi, hampir semua data dikumpulkan, pemerintah dan swasta bersaing untuk memperbesar kapasitas penyimpanan data mereka, dan semakin jarang melakukan penghapusan data. Mereka menemukan nilai baru dalam data, sehingga data diperlakukan seperti halnya aset yang berwujud.


Penulis :

Komentar